TERASKATA.COM, JAKARTA – Rencana penambahan kewenangan terhadap Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menuai kontroversi. Banyak pihak yang kemudian mempertanyakan penambahan kewenangan itu.
Penambahan kewenangan itu sendiri tertuang pada draft revisi Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 menjadi kontroversi. Hal itu dikarenakan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan.
Kepala Bidang Hukum (Kabidkum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Adi Ferdian Saputra mengatakan, tidak ada yang salah dengan memberikan kewenangan penyidikan kepada Satpol PP. Sebab, pada dasarnya Satpol PP yang telah memenuhi syarat memang berstatus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Dalam Perda 2/2020 tersebut juga dijelaskan jika penegakan hukum aturan tersebut dilakukan oleh Satpol PP, didampingi oleh TNI-Polri. “Sedangkan kita ketahui Polri dalam KUHAP adalah penyidik, namun perda itu membatasi penegakan prokes. Itu adalah Satpol PP,” kata Adi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (23/7).
Atas dasar itu, Perda 2/2020 diusulkan untuk direvisi. Karena penegakan hukumnya dirasa belum maksimal. Mengingat setiap pelanggaran harus disanksi oleh Satpol PP, sedangkan Polri sebagai penegak hukum hanya bersifat mendampingi.
“Karena keterbatasan jumlah personel Satpol PP, sehingga Pemprov usul Perda baru agar Polri selaku penyidik dan Satpol PP selaku PPNS sama-sama menegakan disiplin agar lebih masif dalam penegakan prokes,” imbuh Adi.
Dengan revisi ini, maka Polri juga memiliki kewenangan melakukan penegakan hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan. Dengan demikian, proses penegakan hukum bisa mencakup skala yang lebih besar.
Melalui kebijakan seperti ini diharapkan upaya memutus mantai rantai Covid-19 bisa semakin maksimal. Karena pengawasan terhadap pelanggar protokol kesehatan bisa semakin maksimal.
Di sisi lain, kelemahan Perda 2/2020 yang sekarang berlaku juga hanya memuat sanksi adminsitratif berupa kerja sosial atau denda. Sedangkan sistem pemidaan di Indonesia tidak mengenal sanksi sosial.
“Sehingga ketika dilaksanakan penegakan disiplin prokes oleh Satpol PP, ada temuan menolak bayar denda kemudian nolak melakukan kerja sosial. Satpol PP nggak dapat berbuat banyak karena pemidanaan dan putusan bukan diputuskan hakim,” jelas Adi dikutip dari Jawa Pos.
Dengan direvisinya Perda tersebut maka, penegakan hukum bisa dijalankan sesuai dengan KUHAP. Di mana ada penyidik, jaksa, dan hakim sebagai penjatuh vonis. (ams)
Komentar