Apa itu Mosi Tidak Percaya? Viral Usai Pengesahan UU Cipta Kerja
Sistem parlementer berbeda dengan presidensial yang dipimpin presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan. Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif, sedangkan legislatif dikuasai parlemen. Eksekutif dan legislatif memiliki kekuatan terpisah yang seimbang.
“Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat (kongres), karenanya tidak dapat dikenai mosi tidak percaya oleh congress,” tulis Bagir Manan di buku ‘DPD dan MPR Dalam UUD 1945 Baru’ yang dikutip dalam tulisan Cora.
Mengutip tulisan Bagir Manan, berikut ciri lain sistem pemerintahan presidensial:
1. Presiden adalah pemegang kekuasaan tunggal
2. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan yang bertanggung jawab, selain sebagai wewenang konstitusional yang bersifat prerogatif dan biasanya melekat pada jabatan kepala negara.
Kendati begitu, di Indonesia, DPR sebagai lembaga parlementer penguasa bidang legislatif berhak mengajukan mosi kepada pemerintah. Mosi berupa pendapat atau pernyataan diajukan lewat hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Hak interpelasi memungkinkan DPR meminta keterangan, angket berguna saat parlemen ingin menyelidiki, dan menyatakan pendapat digunakan saat presiden atau wapres diduga melakukan pelanggaran, sebagai tindak lanjut angket, serta terkait kebijakan atau kejadian luar biasa.
Mosi tidak percaya sempat beberapa kali terjadi dalam sejarah Indonesia, namun bukan dari DPR pada pemerintah. Kejadian mosi tidak percaya pernah diajukan mahasiswa terkait pembatalan revisi UU KPK pada September 2019.
“Intinya, hari kami berikan mosi tidak percaya kepada DPR karena hari ini kami merasa kecewa,” kata Ketua BEM UI Manik Marganamahendra.
Isu mosi tidak percaya juga sempat berembus saat Indonesia menghadapi polemik Bank Century. Seperti tulisan Ikrar Nusa Bakti berjudul ‘Mosi Tak Percaya? Tidaklah’, mosi tidak percaya untuk menggulingkan pemimpin negara di sistem pemerintahan presidensial tidak bisa dilakukan.(*)
Tinggalkan Balasan