Sudah Ditetapkan Tersangka, Ini Dugaan Korupsi yang Dilakukan Bupati Langkat

TERASKATA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022.

Lembaga antirasuah itu menduga, sang kepala daerah mematok fee 15 persen dari nilai proyek paket pekerjaan pada Dinas PUPR senilai Rp 4,3 miliar.

Terbit Rencana yang merupakan ketua DPD Golkar Langkat itu kini ditetapkan sebagai salah satu penerima suap bersama empat orang lainnya yakni, Iskandar PA (Kepala Desa Balai Kasih) yang juga saudara kandung Bupati, Marcos Suryadi Abdi (swasta/kontraktor), Shuhandra Citra (swasta/kontraktor), dan Isfi Syafitri (swasta/kontraktor). Serta seorang tersangka lagi sebagai pemberi suap, Muara Perangin Angin (swasta/kontraktor).

“Diduga ada permintaan persentase fee oleh tersangka TRP melalui tersangka ISK dengan nilai persentase 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang dan nilai persentase 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket penunjukkan langsung,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (20/1) dini hari.

Menurut Ghufron, Terbit Rencana selaku Bupati Langkat periode 2019-2024 bersama dengan tersangka Iskandar yang merupakan saudara kandungnya diduga melakukan pengaturan dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.

“Dalam melakukan pengaturan ini, tersangka TRP memerintahkan SJ selaku Plt Kadis PUPR Kabupaten Langkat dan SH selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi aktif dengan tersangka ISK sebagai representasi tersangka TRP terkait dengan pemilihan pihak rekanan mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan,” ucap Ghufron.

Oleh karena itu, agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, diduga ada permintaan persentase fee oleh tersangka Terbit Rencana Perangin Angin melalui tersangka Iskandar dengan nilai persentase 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang dan nilai persentase 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket penunjukkan langsung.

Selanjutnya salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara Perangin Angin, dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan dan untuk total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar Rp 4,3 miliar.

“Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan oleh tersangka TRP melalui perusahaan milik tersangka ISK,” beber Ghufron.

Dia menyebut, pemberian fee oleh tersangka MR diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp786 juta yang diterima melalui perantaraan tersangka MSA, tersangka SC dan tersangka IS untuk kemudian diberikan kepada tersangka ISK dan diteruskan lagi kepada tersangka TRP.

“Diduga dalam penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang fee dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat, tersangka TRP menggunakan orang-orang kepercayaannya yaitu ISK, MSA, SC dan IS,” cetus Ghufron dikutip teraskata.com dari jawapos.

Tersangka Muara Perangin Angin selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, tersangka TRP, ISK, MSA, SC dan IS selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (*)

Komentar