Malkan Keayo Bouw Dikukuhkan Sebagai Tokoi Rato Salumaoge, Bangkit Kembali Setelah 400 Tahun
Datu Luwu bersama permaisuri dan para rombongan dewan adat telah sampai di atas Lamming untuk melakukan pengukuhan.
Kerbau yang telah disembelih sebelumnya diambil kepalanya dan dimasukkan ke dalam Walasuji Supala, yakni tempat persegi empat terbuat dari bambu dan dililitkan kain kuning.
Pemangku adat Rato Salumaoge Pamona, Malkan Frans Keayo Bouw, dipanggil dan menuju Walasuji Supala untuk dikukuhkan dan diambil sumpahnya sebagai pemangku adat oleh Macoa Bawalipu ke-61, Muh Aras Abdi To Baji Pua Sinri.
Malkan Frans Keayo Bouw menduduki potongan kepala kerbau lalu dipasangi Passapu Kepala, selendang, dan keris pusaka.
Setelah pemasangan tersebut, dilakukan pengambilan sumpah yang isinya jika melanggar sumpah akan hancur tujuh turunan.
“Malkan Frans Keayo Bouw Tokoi Rato, pada prinsipnya di Lembang Pamona ini bapak mendapat jabatan di wilayahnya, olehnya itu Macoa Bawalipu menempatkan telur sebagai sumpah leluhur bahwa hancur tujuh turunan apabila tokoi Malkan Frans Keayo Bouw melakukan pelanggaran hukum adat,” ucap Muh Aras Abdi saat memberikan sumpah.
Prosesi selanjutnya ditandai dengan menginjak telur sebagai simbol untuk menyatakan keaslian turunan, Jika telur tersebut pecah maka yang dikukuhkan adalah keturunan asli, Malkan pun menginjak telur dan pecah.
Setelah resmi dikukuhkan sebagai pemangku adat yang disebut Tokoi Rato, maka berhaklah untuk menjalankan atau mengurus wilayah adatnya.
Malkan Frans Keayo Bouw yang kini resmi sebagai Tokoi Rato Salumaoge atau pemangku adat kini bisa menginjakkan kaki di tanah.
Namun, sebelum menginjakkan kaki di tanah, ia menjalani prosesi yakni saat turun dari lamming, ia naik ke atas usungan atau bulleang dan diarak oleh warganya. (int)
Tinggalkan Balasan