TERASKATA.COM, LUWU TIMUR – Pelestarian Bahasa Wotu yang diklaim UNESCO dan Balai Bahasa Sulawesi Selatan menuju kepunahan membutuhkan kerja keras dan keinginan gigih semua pihak.
Mulai di lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan pergaulan anak muda. Keterlibatan pemerintah juga akan sangat diperlukan.
Demikian dikatakan Tim Peneliti dari Balai Bahasa Sulsel, Nuraidar Agus, usai acara revitalisasi Bahasa Wotu di Baruga Ri Tana Mailue Desa Lampenai Kecamatan Wotu, Luwu TImur, Minggu (24/10/2021).
“Ini (Bahasa Wotu) kan sudah sangat kronis ya. Anda akan sangat sulit menemukan dalam satu keluarga di Wotu sepanjang hari menggunakan Bahasa Wotu, bahasa nenek moyang mereka,” kata Nuraidar kepada Teraskata.com.
Itulah mengapa Tim Peneliti dari Balai Bahasa menyebut penutur aktif Bahasa Wotu sekarang kurang dari 100 orang saja.
Nuraidar yang sudah meneliti eksistensi Bahasa Wotu sejak 2015 mengaku sangat prihatin dengan minimnya penutur salah satu bahasa tradisional masyakarat Luwu ini.
Dari hasil penelitiannya yang menyimpulkan ancaman kepunahan Bahasa Wotu, Nuraidar juga membuat sejumlah rekomendasi untuk menyelamatkan Bahasa Wotu.
Selain revitalisasi berbasis komunitas, Nuraidar juga mendorong agar Bahasa Wotu dimasukkan dalam kurikulum pembelajar di sekolah (minimal di tingkat SD). Itu jika pemerintah dan semua pihak terkait serius ingin melestarikan Bahasa Wotu.
“Mungkin dalam bentuk muatan lokal (Mulok). Ini salah satu rekomendasi kami untuk membiasakan anak menggunakan Bahasa Wotu,” ujarnya.
Komentar