TERASKATA.COM

Dari Timur Membangun Indonesia

Hikmah Jumat: Internalisasi Isra Mikraj dalam Diri

admin |

Oleh: Mustafa SPdI MPdI, Dosen Pendidikan Bahasa Arab, IAIN Palopo

Kisah isra dan mikraj merupakan kisah luar biasa. 

Melampaui nalar manusia. Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi menyampaikan bahwa tidak ada kewenangan bagi akal untuk mengutak-atik isra mikraj dengan menjadikan peristiwa-peristiwa di muka bumi sebagai tolak ukur untuk menguji kebenarannya.

Beliau mengingatkan untuk tidak mengukur dengan kemampuan manusia. 

Sebab, dalam peristiwa ini Allah Swt., bertindak sebagai subjek, sementara Nabi Muhammad Saw., sebagai objek.

Kisah isra dan mikraj bukanlah mimpi dan perjalanan roh. Sekiranya hanya mimpi dan roh, orang-orang tidak akan ribut memperbincangkannya. 

Toh jika mimpi, orang bebas ke mana saja di alam mimpinya. Jika roh, orang bisa terbang ke segala penjuru. 

Penyebutan kata “عبد” dalam surah al-Isra ayat: 1 semakin menegaskan bahwa jasad dan roh Nabi yang melakukannya.

Isra dan mikraj terjadi pada sebagian malam. Bertepatan dengan tanggal 27 Rajab. 

Dimulai pada awal malam setelah isya dan selesai menjelang fajar. Nabi berangkat dari Masjidilharam tanah Makkah menuju ke Masjidilaqsa di Yerusalem, Palestina. 

Masjidilaqsa merupakan pusat peribadahan nabi-nabi sebelumnya. 

Masjid ini juga adalah kiblat pertama umat Islam sebelum akhirnya berpindah ke Ka’bah.

Dari  kota para nabi, Rasulullah Muhammad Saw., mikraj naik menembus langit tertinggi sampai ke Sidratul Muntaha. Kisah ini tidak akan terulang lagi. 

Hanya sekali terjadi dan itu sudah dilalui oleh Nabi Muhammad Saw. Lalu bagaimana dengan umatnya? Apakah bisa menyesuaikan dalam dirinya untuk isra dan mikraj seperti Nabinya?

Memaknai Perjalanan Isra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini