Kesaksian Sang Ayah Korban Tambang Sekatak

TERASKATA.com, Luwu Utara – Suasana duka menyelimuti kediaman Pasomboan, ayah salah satu korban tambang maut Sekatak, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Muhammad Fuad.

Warga kampung Kopi-kopi, Desa Banyu Urip Kecamatan Bone-bone, Luwu Utara menyemut di rumah duka, saat mengetahui jenazah Alm. Muhammad Fuad segera tiba di rumah Ayahnya, tempat ia disemayamkan, sebelum diantar ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Keluarga, dan kerbat korban berdatangan, menunggu kedatangan jenazah Almarhum yang dikenal periang dan humoris itu. Ayah Muhammad Fuad, Pasomboan dengan menggunakan sarung dan baju kaos menemui para pelayat.

Pasomboan berbagi cerita tentang sosok anak kesayangannya itu. Mulai dari kebulatan tekad anaknya memilih merantau ke Tanah Kalimantan, hingga saat ia mendengar kabar duka bahwa anaknya menjadi salah satu korban dari tambang ilegal di Blok Nipah-nipah, Sekatak, Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara itu.

Dihadapan para sahabat putranya, ia bercerita bahwa sejak awal ia tidak menghendaki anaknya bertolak ke Bulungan. Apalagi untuk bekerja sebagai penambang emas. Ia sudah memiliki firasat, akan bahaya dari proses penambangan emas di perut bumi.

”Sejak awal dia (Alm. Muhammad Fuad) meminta izin untuk berangkat kesana (Bulungan) saya tidak pernah izinkan. Saya baru berani memberi izin setelah ketiga kali dia meminta izin untuk berangkat kesana,” kenangnya.

Dua kali meminta izin, sang ayah tidak mengizinkan Alumni Fakultas Hukum Unanda itu. Kali ketiga meminta izin, akhirnya sang Ayah tak mampu menahan sang anak untuk tetap berangkat ke tanah rantau. Karena terpaksa, Pasomboan mengizinkan Fuad menunaikan niatannya, dengan satu catatan penting.

”Karena saya melihat anak saya ngotot untuk berangkat kesana, akhirnya saya izinkan ia berangkat. Tapi saya sudah ingatkan, dia boleh ke Kalimantan dengan catatan tidak boleh ikut turun ke bawah tanah. Karena saya sudah fikirkan resiko bekerja dibawah tanah,” ucap Pasomboan.

Mendengar pernyataan sang Ayah, Fuad mengiayakan. Ia bersedia mematuhi apa yang menjadi pesan Ayahnya. Fuad pun berangkat ke Tarakan bersama sejumlah rekannya pada kloter ketiga keberangkatan.

”Dia berangkat dari Dusun Beringin, (Kecamatan Tana Lili). Berangkat dari rumah pamannya. Waktu itu, memang ada banyak sekali orang yang turut menyaksikan keberangkatannya. Fuad memang menyalami semua orang waktu itu. Bahkan hingga anak-anak kecil yang ada disitu, dia salami,” kenang Pasomboan.

Saat tiba di Kalimantan, Pasomboan masih selalu mengecek kondisi putranya. Pesan-pesan yang disampaikan sebelum berangkat, terus diulanginya. Disampaikan via telepon seluler. Awalnya Fuad masih patuh terhadap pesan itu.

”Pada titik pertama, ia masih belum turun ke bawah tanah. Karena saya selalu ingatkan. Waktu sudah sampai ke titik kedua, dia mungkin penasaran dan akhirnya meminta untuk ikut turun untuk sekedar melihat kondisi didalam lubang galian tambang,” lanjutnya.

Fuad pun menceritakan pengalamannya turun ke menyaksikan langsung kondisi lubang galian tambang. Ayahnya kaget dan kembali mengingatkan kepada Almarhum untuk tidak lagi turun ke lubang tambang. Bahkan, sang Ayah mengingatkan Fuad untuk segera kembali ke kampung halamannya, Tana Luwu. Atau paling tidak, meninggalkan lokasi tambang itu.

”Setelah di turun ke lubang itu, dia (Alm. Fuad) bercerita ke saya. Katanya dibawah tanah itu rasanya enak. Dingin dan sejuk. Saat itu juga saya minta dia pulang,” kenang sang ayah dengan nada sedih.

Fuad menyampaikan kepada sang Ayah, bahwa dirinya akan kembali setelah proses pengoahan material selesai. Ia meminta izin untuk menuntaskan proses pengolahan material yang sudah diangkutnya dari bawah tanah.

”Dia bilang, mau selesaikan dulu proses pengolahan material menjadi emas. Saya tanya, berapa karung lagi material dibutuhkan untuk bisa diolah. Katanya 25 karung. Sementara yang sudah terkumpul baru 8 karung. Dia janji, kalau sudah selesai pengolahan dia pulang ke kampung,” ucap Pasomboan.

Belum juga sampai pada tahapan pengolahan material menjadi emas, tragedi itu tiba. Fuad yang kembali memilih untuk masuk kedalam lubang kecil itu, akhirnya tak lagi kembali dalam kondisi bernyawa. Ia terjebak saat air merembes masuk ke lubang Fuad bersama empat rekannya berada saat itu. Air beserta lumpur yang masuk ke lubang tambang akhirnya menimbun Fuad dan rekannya hingga ditemukan tak lagi bernyawa.

”Titik yang ditempati itu memang pinggir laut. Saya sudah sampaikan bahwa jangan turun disitu karena saya tahu Blok Nipah-nipah itu lokasinya dekat laut,” kata Ayah beranak empat itu.

Semua sudah terjadi, ajal tak ada yang tahu kapan datangnya. Tak akan ada yang pernah tahu seperti apa jalan atau cara setiap manusia kembali kepada Tuhannya. Bagi Fuad, ini adalah cara tuhan memanggilnya kembali.

Keikhlasan dan ketabahan keluarga yang ditinggalkan adalah harapan Alm. Muhammad Fuad. Lantunan Do’a yang terus teruntai untuk keselamatannya selalu dinantikannya di alam sana.

Seluruh Bakti dan Kebaikanmu akan Terus Dikenang Sepanjang Masa. Selamat Jalan Muhammad Fuad ! (*)

Komentar