Opini : Pilkada 9 Desember 2020, Untungkan Calon Petahana?
Oleh : Muh. Nandi, S.H (Alumni Fakultas Hukum Unanda Palopo/Ketua Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Palopo)
Pemilihan Kepala Daerah akan kembali digelar pada Tahun 2020 ini. Sebanyak 270 Daerah yang bakal ikut dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut, dengan rincian 9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota. Sebanyak 220 daerah berpotensi terdapat calon petahana. Pilkada 2020 berbeda jika dibandingkan dengan penyelenggaraan pilkada sebelumnya karena saat ini Indonesia sedang dilanda wabah penyakit Covid-19. Dengan adanya pandemi Covid-19, KPU RI pada 21 Maret 2020 memutuskan untuk menunda tahapan pilkada yang tertuang dalam Keputusan Nomor:179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Pelaksanaan Keputusan KPU tersebut.
Pilkada merupakan pesta demokrasi daerah, dimana calon kepala daerah dipilih secara demokratis dengan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pilkada serentak tahun 2020 yang rencananya dilaksanakan pada tanggal 23 September ditunda karena adanya pandemi Covid-19. Penyelenggaraan pilkada di masa pandemi Covid-19 menjadi polemik ditengah masyarakat, akademisi maupun politisi. Melalui berbagai pertimbangan antara Komisi II DPR, Pemerintah dan KPU, menyepakati Pilkada serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020 sesuai dengan PERPPU No 2 Tahun 2020 tentang Pilkada. Kepastian pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 disampaikan langsung oleh Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia, ia mengemukakan kesepakatan juga sudah merujuk pertimbangan dan dukungan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terhadap pelaksanaan Pilkada melalui surat “Ketua Gugus Tugas Nomor: B 196/KA GUGAS/PD.01.02/05/2020 Tanggal 27 Mei 2020. Pemerintah yang diwakili Kemendagri juga berpendapat bahwa tanggal 9 Desember 2020 merupakan opsi paling optimistis untuk melaksanakan pemungutan suara pemilihan Kepala Daerah (pilkada) dibandingkan dengan dua opsi lainnya yaitu Maret 2021 dan Desember 2021, karena tidak ada yang menjamin pandemi Covid-19 akan berakhir pada tahun 2021.
Sesuai dengan Keputusan KPU Nomor:258/PL.02-Kpt/01/KPU/VI/2020 Tahapan Pilkada serentak lanjutan dimulai pada tanggal 15 Juni 2020. Tahapan verifikasi faktual pasangan calon perseorangan dimulai pada tanggal 18 Juni, tahapan pendaftaran pasangan calon dimulai pada tanggal 4-6 September, penetapan pasangan calon tanggal 23 September dan masa kampanye 26 September-5 Desember.
Pelaksanaan pilkada serentak dimasa pandemi Covid-19 dinilai membutuhkan biaya yang cukup tinggi, karena petugas maupun pemilih diwajibkan mematuhi protokol kesehatan. Selain biaya yang cukup tinggi, pilkada dimasa pandemi Covid-19 juga dianggap akan menguntungkan calon petahana atau incumbent. Sebab penyelenggaraan pilkada di masa pandemi Covid-19 bisa menjadi momentum calon petahana untuk lebih dekat dengan pemilih. Apalagi, jika ada calon petahana yang mengambil kesempatan dari kesempitan dengan memanfaatkan situasi pandemi sebagai ajang pencitraan. Disisi lain, komunikasi politik calon penantang petahana dengan masyarakat dalam kondisi pandemi Covid-19 sangat terbatas. Calon penantang tidak bisa bergerak seluas-luasnya dan mengumpulkan massa yang banyak, karena di beberapa daerah masih melarang adanya kerumunan warga di tempat tertentu. Kandidat mana pun memang akan kesulitan untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat karena adanya aturan yang larangan berkerumun. Namun, apabila calon penantang petahana tidak bergerak dari sekarang, ia akan tertinggal atau disalip oleh kandidat lain.
Sementara itu, petahana sudah dikenal luas oleh masyarakat. Calon petahana dapat memanfaatkan situasai pandemi Covid-19 ini untuk menarik simpati masyarakat. Jika Kepala Daerah mampu menangani Covid-19 dengan baik, itu akan menjadi nilai tambah untuk calon petahana. Petahana berkesempatan memanfaatkan program bantuan penanganan Covid-19 yang disalurkan pemerintah pusat maupun daerah untuk memperoleh perhatian dari pemilih/masyarakat. Dengan cara menyalurkannya secara merata dan adil kepada masyarakat yang ekonomi nya terdampak Covid-19. Apalagi jika Kepala Daerah (calon petahana) turun langsung ke masyarakat membagikan sembako dan bantuan lain, itu akan menjadi nilai tambah di mata masyarakat. Jadi boleh dikatakan calon petahana sudah jalan duluan untuk menarik simpati dari konstituen. Sementara itu, penantang petahana tak punya akses terhadap hal tersebut. Kalau Pilkada saat ini dilaksanan dalam situasi pandemi Covid-19 dengan protokol kesehatan, di mana ada batasan-batasan pertemuan massa, itu tentu lebih menguntungkan calon incumbent daripada calon non-incumbent yang sebenarnya mungkin mereka belum dikenal tapi mereka butuh mengenalkan diri di tahapan pencalonan/kampanye.
Sebaliknya, pilkada ditengah pandemi Covid-19 merupakan ujian bagi calon petahana, sebab masyarakat akan menilai kepemimpinannya dalam situasi yang tidak normal bukan hanya bisa memimpin dalam situasi normal. Situasi pandemi Covid-19 bisa menjadi kerugian bagi petahana, kalau kemudian Kepala Daerah (calon petahana) dinilai gagal dalam menangani Covid-19 dan tidak meratanya bantuan sosial ke masyarakat, maka publik bisa berpaling atau akan memilih kandidat lain yang bisa lebih dipercaya. Apalagi kasus pandemi Covid-19 merupakan masalah yang saat ini menjadi perhatian publik. Situasi ini bisa menjadi ajang adu gagasan dan adu berbuat bagi calon petahana dan calon lainnya karena ini jadi satu hal yang menarik. Kegagalan petahana menangani Covid-19 menjadi amunisi bagi lawannya dalam berkampanye. Pandemi Covid-19 juga dapat menyebabkan kinerja Kepala Daerah (calon petahana) tak fokus. Apalagi jika terjadi perpecahan kongsi ditengah jalan antara kepala daerah itu sendiri dan wakilnya. Jika keduanya hendak maju kembali di pilkada tetapi tak lagi berpasangan, maka, baik kepala daerah maupun wakilnya akan bersaing merebut suara pemilih, termasuk dengan memanfaatkan situasi pandemi Covid-19.
Tinggalkan Balasan