Antisipasi Moeldoko Bentuk Jaringan di Daerah, Demokrat Palopo Mengadu ke Polres

TERASKATA.COM, PALOPO – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Kota Palopo tampaknya mulai khawatir Partai Demokrat versi Moeldoko akan membentuk jaringan partai di daerah.

Untuk itu, sejumlah pengurus DPC Demokrat Palopo mendatangi Mapolres Palopo, Kamis (25/3/21).

Mereka menyampaikan permohonan perlindungan hukum dan menolak hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang beberapa waktu lalu yang memilih Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Hasil KLB tersebut dianggap ilegal dan inkonstitusional.

Rombongan dipimpin Ketua DPC Demokrat Palopo, Fadriaty AS.

Ia didampingi Wakil ketua DPRD Palopo Irvan ST, Anggota Fraksi DPRD Palopo Cendrana Saputra, dan Sekretaris DPC Demokrat Palopo Basirun Daido serta puluhan pengurus DPC lainnya.

Rombongan diterima Wakapolres Palopo Kompol Budi Gunawan di ruang Lobi Maporles Palopo.

“Partai kami lagi berusaha diseruduk oleh pak Moeldoko. Tapi kami juga akan mempertahankan,” kata Fadriaty di Mapolres Palopo.

“Bersama surat ini kami DPC Partai Demokrat Kota Palopo sebagai representasi Partai Demokrat yang resmi menyampaikan surat pengaduan dan permohonan perlindungan hukum kepada Kapolres Kota Palopo demi menjaga kehormatan,” jelasnya.

Pihaknya dengan tegas menyebutkan akan setia pada Ketua umum AHY.

“Ada 514 DPC seluruh Indonesia melakukan hal yang sama mengantar maklumat sekaligus pengaduan ke kantor kepolisian,” sebutnya.

Berikut enam poin isi aduan dan permohonan perlindungan Partai Demokrat Palopo.

  1. Bahwa kami solid dan setia kepada hasil kongres ke V Partai Demokrat yang diselenggarakan pada 15 Maret 2020 di Jakarta, dimana Kementerian Hukum Dan HAM RI telah mengesahkan dalam Kepengurusan (No. M.HH-15.AH.11.01 Tahun 2020) dan AD/ART (No. M.HH.09-AH.11.01 Tahun 2020) serta telah diterbitkan dalam Lembaran Berita Negara Ri (no. 15 Tanggal 19 Februari 2021). Dimana Ketua Umum yang diakul oleh Negara adalah Agus Harimurti Yudhoyono.
  2. Bahwa lambang Partai Demokrat (termasuk atributnya) telah didaftarkan dan diakui oleh Negara sesuai dengan Nomor Pendaftaran IDMO00201281 yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum Dan HAM RI, Direktur Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual sejak 24 Oktober 2007, dan diperpanjang tanggal 3 Maret 2017, hingga 24 Oktober 2027. Pengesahan dimaksud menyatakan bahwa pemilik merk lambang Partai Demokrat tersebut adalah Partai Demokrat yang beralamat di jalan Proklamasi No. 41 Menteng, Jakarta Pusat, 10320
  3. Bahwa telah terjadi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat secara ilegal dan inkonstitusional pada tanggal 5 Maret 2021 yang bertempat di Sidolangit, Sumatera Utara, dimana baik aspek penyelenggaraan, kepemilikan suara, penggunaan atribut, serta produk yang dihasilkan bertentangan dengan Surat Keputusan yang telah diterbitkan Kementerian Hukum Dan HAM RI Tentang Kepengurusan, AD/ART dan Lambang Partal, yang juga telah tercatat dalam Lembaranan Negara (poin 1 dan 2);
  4. Bahwa patut diduga ada pihak-pihak yang secara ilegal akan mengatasnamakan Kepengurusan DPP PD, membentuk kepengurusan di daerah (DPD/DPC), menggunakan lambang (atribut partai) serta membuka kantor yang mengatasnamakan Partai Demokrat.
  5. Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas (poin 4), jika hal ini terjadi kami mohon agar Bapak Kapolres Kota Palopo untuk memberikan perlindungan hukum kepada kami, dengan tidak memberikan izin dan menindak secara tegas kepada pihak yang tidak bertanggungjawab tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena Tindakan tersebut adalah perbuatan melawan hukum.
  6. Bahwa penggunaan lambang Partai Demokrat secara ilegal seperti tersebut di atas dapat dituntut secara hukum berdasarkan pasal 100 ayat (1) undang-undang nomor: 20 tahun 2016 tentang Merk dan Indikasi Geografis menerangkan bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merk yang sama pada keseluruhannya dengan merk terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).

(*/int)

Komentar