TERASKATA.COM

Dari Timur Membangun Indonesia

OPINI: Pengaruh Sertifikasi Kompetensi PPK terhadap Peningkatan Kualitas Pengelolaan Keuangan APBN

admin |
Abdul Mufid, S.E., M.Ec.Dev (Analis Pengelolaan Keuangan APBN Ahli Muda pada Biro Perencanaan dan Keuangan BRIN)

Oleh : Abdul Mufid, S.E., M.Ec.Dev
(Analis Pengelolaan Keuangan APBN Ahli Muda, Biro Perencanaan dan Keuangan Badan Riset dan Inovasi Nasional)

PENGERTIAN keuangan negara menurut undang-undang nomor 17 tahun 2003 adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Termasuk dalam keuangan negara adalah penerimaan dan pengeluaran negara. Pejabat pembuat komitmen (PPK) merupakan salah satu pihak yang berperan penting dalam pelaksanaan dan pengelolaan keuangan APBN pada satuan kerja dilingkungan kementerian negara/lembaga.

Tugas seorang pejabat pembuat komitmen (PPK) adalah melaksanakan kewenangan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara atas beban APBN.

Sehingga seseorang yang ditunjuk menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) harus memiliki kompetensi, kemampuan dan integritas. Kompetensi dapat ditunjukan dengan sertifikat kompetensi pejabat pembuat komitmen yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan.

Permasalahan yang terjadi sampai saat ini adalah masih terdapat satuan kerja kementerian negara/lembaga yang menunjuk seseorang menjadi seorang pejabat pembuat komitmen (PPK) padahal orang tersebut tidak memiliki sertifikat kompetensi PPK.

Bahkan yang lebih parah terkadang orang tersebut tidak memiliki pengalaman maupun latar belakang terkait pengelolaan keuangan APBN. Hal ini tentu akan berdampak kurang baik terhadap pengelolaan keuangan APBN pada satker tersebut.

Salah satunya ditunjukan dengan nilai yang diperoleh atas penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) yang kurang baik.

Pejabat pembuat komitmen dalam pengelolaan keuangan APBN memiliki peran sangat strategis sehingga perlu dilakukan pembinaan kompetensi dan profesionalitas secara berkelanjutan. Hal ini bertujuan agar dapat mewujudkan pengelolaan keuangan APBN yang akuntabel dan transparan.

Menurut Emron, Yohny, Imas (2017,P.140) kompetensi adalah kemampuan individu untuk melaksanaka suatu pekerjaan dengan benar dan memiliki keunggulan yang didasarkan pada hal-hal yang menyangkut pengetahuan, keahlian dan sikap. Sehingga kompetensi menjadi sebuah instrumen dan indikator atas kemampuan seseorang dalam bidang tertentu.

Standar kompetensi kerja khusus menurut peraturan menteri keuangan nomor 50/PMK.05/2018 adalah standar kompetensi kerja yang dikembangkan dan digunakan oleh organisasi untuk memenuhi tujuan internal organisasinya sendiri dan/atau untuk memenuhi kebutuhan organisasi lain yang memiliki ikatan kerjasama dengan organisasi yang bersangkutan atau organisasi lain yang memerlukan.

Untuk menjamin standar kompetensi kerja khusus bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), maka Kementerian Keuangan melakukan penilaian kompetensi PPK dan kepada peserta yang lulus akan diberikan sebutan PPK Negara Tersertifikasi (PNT) oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Seseorang yang telah lulus penilaian kompetensi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) oleh kementerian Keuangan, maka seseorang tersebut telah memiliki standar minimum kemampuan terkait sebagai berikut:
1) Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana (RPD) berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA);
2) Menyusun kebutuhan dan anggaran pengadaan barang/jasa;
3) Menyusun spesifikasi teknis;
4) Menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS);
5) Menyusun rancangan kontrak pengadaan barang/jasa;
6) Melakukan persiapan pengadaan barang/jasa secara swakelola;
7) Melakukan pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara swakelola;
8) Menyampaikan perjanjian/kontrak yang dilakukan kepada kuasa BUN;
9) Menguji dokumen bukti mengenai hak tagih kepada negara;
10) Menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
11) Mengendalikan pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa.

Diharapkan seorang pejabat pembuat komitmen (PPK) yang sudah memiliki kemampuan sesuai dengan standar kompetensi akan berkontribusi besar dan membuat pengelolaan keuangan APBN menjadi lebih baik dan akuntabel.

Tujuan dari pelaksanaan kegiatan sertifikasi kompetensi PPK salah satunya adalah untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan APBN secara keseluruhan sehingga pelaksanaan sertifikasi kompetensi PPK yang sudah dilaksanakan selama ini dapat meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan APBN.

Untuk mengukur kualitas pengelolaan anggaran salah satunya adalah dengan menilai Kinerja Pelaksanaan Anggaran yang dinilai berdasarkan indikator yang sudah ditetapkan. Indikator tersebut disebut dengan istilah IKPA (Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran).

Terdapat 13 indikator penilaian yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan, dari indikator tersebut terdapat beberapa yang menjadi tanggungjawab dari pejabat pembuat komitmen selaku pengelola keuangan APBN. Beberapa indikator tersebut yaitu revisi DIPA, deviasi halaman III DIPA, Pagu minus, data kontrak, Penyerapan anggaran, penyelesaian tagihan, dan perencanaan Kas.

Salah satu kemampuan seorang pejabat pembuat komitmen adalah menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana (RPD), ini merupakan salah satu kunci utama keberhasilan dalam pengelolaan keuangan APBN yang pada akhirnya dapat mewujudkan penilaian IKPA yang baik.

Rencana pelaksanaan kegiatan yang baik akan menjadikan rencana penarikan dana yang tepat, sehingga dapat meminimalisir deviasi halaman III DIPA. Selain itu dengan rencana penarikan dana yang tepat dan akurat, maka tidak akan terjadi pagu minus, penyerapan anggaran tinggi, dan tidak ada keterlambatan dalam penyampaian data kontrak ke KPPN maupun keterlambatan penyelsaian tagihan.

Melihat besarnya peran pejabat pembuat komitmen dalam hal penilaian IKPA, sehingga diperlukan seseorang yang memiliki kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh Kementerian Keuangan.

Hal ini akan memberikan kemudahan bagi satuan kerja dalam melaksanaan pengelolaan keuangan APBN sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kondisi tersebut tentunya akan berdampak terhadap capaian nilai IKPA yang baik. Tercapainya IKPA menjamin ketercapaian output dan outcome satker, sehingga manfaat dari pelaksanaan anggaran dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

Sertifikasi kompetensi pejabat pembuat komitmen (PPK) bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan keuangan APBN secara keseluruhan. Proses ini merupakan instrumen untuk menilai kompetensi dari pejabat pembuat komitmen yang ditunjuk untuk mengelola keuangan APBN. Sampai saat ini Sertifikasi kompetensi pejabat pembuat komitmen (PPK) memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan kualitas pengelolaan keuangan APBN.

Kementerian keuangan dalam beberapa tahun terakhir sangat aktif melakukan penilaian kompetensi pejabat pembuat komitmen, sehingga saat ini pejabat pembuat komitmen (PPK) dari kementerian negara/lembaga yang memiliki sebutan PPK Negara Tersertifikasi (PNT) jumlahnya meningkat sangat signifikan.

Harapannya kedepannya sudah tidak ada lagi satuan kerja yang menunjuk seseorang menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) tetapi tidak memiliki sertifikat kompetensi PPK Negara Tersertifikasi (PNT).

Peningkatan kualitas pengelolaan keuangan APBN menjadi tanggungjawab kita semua yang terlibat dalam pelaksanaan dan pengelolaan APBN.

Komitmen, tanggung jawab dan integritas menjadi kunci utama dalama pengelolaan keuangan negara. Belanja APBN diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini