TERASKATA.COM

Dari Timur Membangun Indonesia

Mirip Kisah Romeo-Juliet, Sepasang Kekasih di Toraja Utara Bunuh Diri Dalam Kamar

admin |
Sepasang kekasih diduga bunuh diri di dalam kamar, di Toraja Utara. ft/tribunnews.com

TERASKATA.com, TORAJA UTARA – Peristiwa bunuh diri kembali bikin heboh di Toraja. Kali ini kisahnya lebih tragis. Sepasang muda-mudi yang nekat mengakhri hidupnya sendiri. Mirip cerita cinta Romeo dan Juliet.

Sepasang kekasih yang nekat bunuh diri itu terjadi di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Mereka nekat mengakhiri hidup secara bersama-sama di dalam kamar, Minggu (31/1/2021) malam.

Keduanya ditemukan tewas tergantung di dalam kamar kost di wilayah Malango, Toraja Utara, sekira pukul 20.00 Wita.

Belum diketahui motif keduanya bunuh diri.

Namun berdasarkan informasi warga setempat, keduanya merupakan sepasang kekasih.

“Iya mereka pacaran pak,” singkat warta setempat, Robert (27), dikutip Teraskata.com dari Tribunnews.com.

Saat ini, jenazah kedua korban sudah dibawa ke Rumah Sakit (RS) Elim Rantepao.

Belum diketahui identetas lengkap kedua korban.

Ini adalah kasus gantung diri kesekian di Toraja dalam bulan Januari 2021 ini.

Persoalan pelik yang belakangan ini terjadi di Toraja, Sulawesi Selatan, yakni meningkatnya peristiwa bunuh diri.

Sepanjang tahun 2020 terjadi 30 kasus bunuh diri. Tana Toraja 14 kasus dan di Toraja Utara 16 kasus.

Sedangkan mengawali tahun 2021 ini, sudah tiga warga Toraja mengakhiri hidup dengan cara gantung diri.

Tiga kasus ini sangat memprihatinkan sebab pelakunya masih berusia muda, yakni RB (20), ES (20) dan DN (18).

Salah satu tokoh pemuda Toraja, Brikken Linde Bonting yang juga eks Ketua KNPI Toraja Utara mengaku turut prihatin.

Apalagi korbannya dominan masih berusia muda yang sejatinya masih memiliki masa depan yang cerah.

Dari kasus bunuh yang terjadi pun menurut Brikken menjadi tamparan bagi semua masyarakat Toraja.

“Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi, sebagai tokoh pemuda saya merasakan bahwa ini menjadi tamparan bagi kita semua,” ujarnya.

Brikken berharap semua stakeholder agar segera membuka diri terkait apa yang menjadi penyebab usia muda menyudahi hidupnya secara paksa.

Juga, perlu dibangun ruang komunikasi secara terus-menerus antar lintas lembaga baik pemerintah, aparat penegak hukum, tokoh agama, tokoh adat, pendidik dan organisasi kepemudaan untuk mencari solusi terbaik, tanpa harus menyalahkan.

“Dan yang terpenting adalah edukasi dalam lingkungan keluarga sebagai benteng terakhir,” tutur Brikken yang juga Koordinator Gerakan Milenial Sangtorayan. (int)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini