AMAN Tana Luwu: Hutan Luwu Utara Salah Urus!

TERASKATA.com, Luwu Utara – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Luwu menyebutkan hutan di Luwu Utara salah urus.

Lewat siaran pers yang diterima redaksi teraskata,com Jumat (14/08/20) malam, AMAN Tana luwu memastikan, jika salah satu pemicu bencana ekologis di Kabupaten Luwu Utara baru-baru ini, adalah tata kelola lingkungan hidup yang amburadul.

Luas hutan di Luwu Utara 750,268 Hektar adalah yang terbesar di Sulsel. Ketua AMAN Tana Luwu, Bata Manurun mengatakan, banjir bandang yang terjadi di Luwu Utara merupakan salah satu bencana yang terbesar di Tana Luwu.

Salah satu faktor yang mendasar terjadinya banjir bandang di Luwu Utara di karenakan intensitas hujan yang tinggi yang mengakibatkan terjadinya longsor di beberapa titik di Hulu.

”Banyak hasil investigasi yang sudah diberitakan terkait penyebab banjir dan hampir semua hasil investigasi menyoroti kejadian yang ada di Hulu dan dampak yang ada di Hilir, tetapi belum ada satu pun yang mengungkap atau menyampaikan ada apa sajakah di daerah tengah antara hulu dan hilir?,” kata Bata.

Dikatakan Bata, pengamatan lapangan yang dilakukan oleh AMAN Tana Luwu sebelum banjir bandang, daerah Radda dan Masamba yang terdampak banjir bandang terdapat beberapa perkebunan kelapa sawit yang dimiliki empat perusahaan pemegang izin.

”Satu lokasi peternakan sapi yang diperkirakan luas lahan keseluruan 23 ribu hektar,” ungkapnya.

Semua lokasi yang dimaksud merupakan alih fungsi. Pengamatan lain juga yang dihimpun oleh AMAN, pada bagian hulu ada beberapa tempat akifitas pengambilan kayu (illegal loging) yang semua pesanan dari luar.

”Tentunya juga ini dilakukan karena ada izin,” ungkapnya.

AMAN Tana Luwu nantinya kembali akan merilis beberapa fakta-fakta lapangan terkait alih fungsi lahan di Lutra dan aktivitas lainnya.

”Nanti akan kami sampaikan ke semua pihak untuk diketahui dan sebagai bahan pembelajaran serta evaluasi kesalahan dan sekaligus tawaran solusi bagaimana cara mengurus hutan yang baik,” lanjut Bata.

Terlepas dari itu semua, menurut Bata, Negara dalam hal ini Pemerintah harus jujur mengakui kesalahannya dalam mengurus hutan dan meminta maaf kepada masyarakat atas kelalaiannya yang mengakibatkan banyaknya korban serta kerugian materi yang dialami warga Luwu Utara.

”Kalau daerah penyangga masih bagus banjir tentu tidak akan separah ini karena sebahagian besar akan tertahan di tengah, tapi karena daerah penyangga sudah rusak karena alih fungsi hutan jadi perkebunan sawit makanya seperti begini parahnya,” pungkas Bata. (*)

Editor : Wahyudi

Komentar