Mengenal Sherly, Alumni Australia Jebolan Da’i Cilik

TERASKATA.id, – Namanya Sherly Annavita Rahmi. Ia mendadak populer usai menjadi narasumber di program Indonesia Lawyers Club (ILC) baru-baru ini.

Tak banyak yang tahu, siapa dan darimana asal usul pemudi yang lantang menyampaikan kritikan terhadap kebijakan Presiden Jokowi memindahkan Ibukota Negara.

Berdasarkan penelusuran teraskata.id, Dara berhijab itu merupakan perempuan kelahiran Lhokseumawe, Aceh dan merupakan lulusan jurusan Master of Social Impact Investment dari Swinburne University of Technology, Melbourne, Australia.

Penampilan di program ILC TV One ternyata bukan yang pertama kalinya bagi Sherly muncul di layar kaca. Sebelumnya, Ia sudah berulang kali tampil di TV saat mengikuti ajang ‘Pemilihan Dai Cilik IV’ di salah satu stasiun televisi swasta pada tahun 2007.

Saat itu, Gadis cilik Sherly mewakili provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Meski tak sempat meraih gelar juara, tapi ia menjadi idola. Tak sampai disitu, Wajah cantik Sherly kemudian muncul lagi di layar televisi pada tahun 2012. Kali ini, gadis yang sudah beranjak dewasa ini tampil di ajang ‘Dai Muda Pilihan 2012’.

Dari tulisan penulis Konten di Kompasiana, Himam Miladi diketahui jika Sherly awalnya tidak direstui oleh sang ibu mengikuti audisi tersebut, karena harus fokus pada kuliahnya di jurusan Hubungan Internasional Universitas Paramadina.

Entah bagaimana caranya, Sherly pada akhirnya mendapat restu ibundanya. Alhasil, Sherly berhasil menjadi salah satu finalis pada ajang tersebut.

Di masa kuliahnya tersebut Sherly sering berkonsultasi dengan Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) apabila ada masalah, entah itu keagamaan maupun pribadi. Selain UBN, Sherly juga mengagumi dan menaati nasihat dan petuah yang diberikan Ustad Abdul Somad melalui dakwahnya.

Usai tampil di ILC, akun media sosial Sherly pun banjir komentar. Hampir semua komentar yang masuk bernada memuji keberaniannya melontarkan kritik terbuka pada presiden, di saat banyak orang memuji dan menyanjung Jokowi.

Sherly Annavita memang kerap bersuara vokal terhadap isu-isu sosial dan politik. Pasca pilpres dua bulan lalu, Sherly pernah membuat konten di YouTube dengan judul ‘Saya Cebong, Kamu Kampret?’.

Konten ini jika dilihat sekilas mengindikasikan Sherly sebagai Cebong, istilah untuk netizen pendukung Jokowi. Namun itu ternyata hanya judul pemanis konten saja, bukan bentuk dukungan Sherly kepada Jokowi.

Dalam konten videonya itu Sherly mengatakan, istilah cebong dan kampret telah membuat banyak hati terluka, keluarga retak, persahabatan renggang dan hubungan lainnya terputus.

“Kita terjebak untuk saling ejek dan menjatuhkan. Yang biasanya akan berakhir dengan dendam dan rasa ingin puas tak berkesudahan,” katanya.

Selain pembuat konten di YouTube, Sherly juga penulis yang produktif. Pada 2015, Sherly meraih juara pertama kompetisi menulis yang diadakan DPR RI. Kebiasaan menulis ini Sherly kembangkan sejak ia masih duduk di bangku sekolah. Saat kuliah, tulisan Sherly juga sering dipublikasikan di media online kampus setempat.

Seperti tulisan berjudul Notes from Melbie: Minoritas di tengah kemayoritasan. Sherly Annavita bersama teman-temannya dalam program CERES (dokumentasi Sherly melalui indonesiamengglobal.com)
Sherly Annavita bersama teman-temannya dalam program CERES (dokumentasi Sherly melalui indonesiamengglobal.com)

Dalam esainya tersebut, Sherly menceritakan pengalaman hidupnya menjadi minoritas saat menempuh pendidikan di Melbourne. Tak lupa, Sherly juga mengajak segenap diaspora untuk meluaskan sudut pandang dalam memahami keberagaman dan perbedaan.

Bukankah justru dengan berbeda kita cenderung lebih banyak belajar? Belajar sesuatu yang baru, memahami sudut pandang baru, dan merasakan pengalaman baru. Karena pada dasarnya, nurani akan kembali pada hakikat. Hakikat yang sesuai dengan keharusan dan kesemestiannya. Kalo begini pola pikirnya, baru benar menggunakan ayat, “berjalanlah di muka bumi Allah, agar semakin banyak yang kau lihat. Semakin besar ketundukanmu pada Sang Pencipta dan semakin banyak kita bersyukur”. Lihat, dengar, pahami. (*)

Komentar