Kenaikan Tarif Listrik Membebani Rakyat
Jika di kas Baitul Mal tidak terdapat harta sementara pembiayaan itu harus dikeluarkan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan umat, yang keberadaannya sangat dibutuhkan dan jika tidak dibiayai maka bahaya (dlarar) akan menimpa umat.
Misalnya: di suatu daerah tidak mendapatkan listrik untuk penerangan atau aktivitas masyarakat lain yang mutlak membutuhkan listrik yang mengharuskan membuat pembangkit listrik dan perangkat lainnya hingga listrik tersebut terdistribusi secara baik, jika di Baitul Mal tidak ada harta maka kewajiban itu beralih kepada umat untuk membiayainya yang disebut dharibah atau pajak.
Pajak ini hanya diambil dari kaum muslim yang memiliki harta setelah mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar dan pelengkapnya secara sempurna, sesuai standar hidup tempat mereka tinggal.
Namun demikian, jika dalam keadaan tertentu negara tidak mampu untuk mengelola dan mengoperasikan sendiri pengadaan listrik, maka dalam pandangan Islam boleh melibatkan pihak swasta, dengan catatan, status pihak swasta tersebut hanya sebagai pekerja yang dibayar—dengan aqod ijarah-ajir—oleh negara. Jika rakyat harus membayar, itu hanya sekedar untuk menutupi biaya operasional atau biaya produksi saja.
Dengan pendanaan dari kepemilikan umum dan listrik yang dikelola sesuai syariah, negara mampu memberikan layanan listrik berkualitas dan merata kepada seluruh rakyat meski di daerah terpencil, dengan kebijakan: membangun sarana dan fasilitas pembangkit listrik yang memadai, melakukan eksplorasi bahan bakar listrik secara mandiri, mendistribusikan pasokan listrik kepada rakyat dengan harga murah atau diberikan secara gratis kepada rakyat.
Jika diperkirakan cadangan BBM menipis, negara mengupayakan optimalisasi sumber-sumber energi lain, diversifikasi sumber daya energi baru atau terbarukan, seperti: membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Surya (PLTS), dsb.
Sungguh sumber daya energi dan listrik begitu melimpah di negeri ini, ironisnya karena dikelola dengan sistem kapitalistik liberalistik kekayaan tersebut tidak dapat dinikmati oleh rakyat, bahkan hanya dinikmati para pemilik modal.
Hanya sistem Islamlah yang mampu memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan energi listrik kepada umat sehingga listrik gratis atau murah bukan sekedar utopia. Inilah yang seharusnya menjadi agenda utama seluruh kaum muslimin mewujudkan sistem terbaik untuk kebaikan dan kerahmatan bagi manusia dan seluruh alam. Wallahu a’lam bissawab. (*)
Tinggalkan Balasan