OPINI : Afganistan dalam Keberlimpahan SDA dan Potensi Kebangkitan Islam
OLEH : Fatmawati ST (Guru SMAN Palopo)
Masalah Timur Tengah merupakan masalah yang terkait dengan Islam dan bahayanya bagi Barat. Terkait dengan letaknya yang strategis dan dominasinya terhadap transportasi Eropa, Afrika, dan Asia. Terkait dengan Negara Yahudi yang menjadi garis pertahanan terdepan dari pertahanan Barat. Dan terkait pula dengan penjajahan, terutama minyak.
Jadi masalah Timur Tengah adalah masalah yang terkait dengan Islam, letak strategis, Negara Yahudi, penjajahan, dan minyak. Tidak diragukan lagi masalah ini adalah sangat penting, tidak hanya untuk penduduk kawasan Timur Tengah dan kaum Muslim saja, melainkan juga untuk seluruh dunia.
Graveyard of Empires (kuburan imperium), inilah julukan bagi Afganistan. Pasalnya, tak ada satu pun negara dan imperium yang bertahan lama di negara ini. Selain karena kawasannya yang dipenuhi dengan pegunungan cadas, perlawanan keras dari masyarakatnya pun membuat penjajahan tak sanggup bertahan lama.
Kini giliran AS yang hengkang dari Afganistan setelah hampir 20 tahun menjajah. AS mengikuti jejak para pendahulunya yaitu Inggris (Abad ke-19) dan Uni Soviet (1979—1989). Kepergian AS dari Afganistan adalah sebuah kekalahan—jika ditinjau dari tujuan awal perang tersebut. Presiden AS George W. Bush pada 2001 mengatakan tujuan AS adalah “untuk membubarkan basis operasi terorisme di Afganistan dan untuk mengalahkan rezim Taliban”. Yang terjadi, sebelum angkat kaki, AS justru bernegosiasi panjang dengan Taliban yang kekuatannya makin kuat. Siapa pun yang mengamati Afganistan akan bisa melihat bahwa AS mulai serius merencanakan penarikannya dari Afganistan sejak 2010, sehingga dari situlah Amerika mulai bernegosiasi dengan para pemimpin senior Taliban. Negosiasi ini dipuncaki dengan Perjanjian Doha pada 29/2/2020.
Poin pentingnya adalah bahwa AS dan sekutu NATO-nya akan menarik pasukan dari Afganistan jika Taliban memenuhi komitmennya berdasarkan perjanjian tersebut. terlihat dari sini, AS tak melepas sepenuhnya Afganistan.
Selain itu, fakta bahwa Pakistan yang memfasilitasi perundingan AS-Taliban, Turki yang membantu AS dalam mengamankan bandara Kabul, Asia Tengah yang mempersilakan penggunaan pangkalan militer oleh AS dan NATO untuk menjaga Afganistan; memperlihatkan bahwa AS sedang mengganti pemain utama saja.Oleh karenanya, Amerika seperti sedang keluar dari pintu depan dan masuk kembali melalui pintu belakang yang dijaga oleh para agennya, seperti Pakistan, Turki, Iran, Uni Emirat Arab, dan komprador yang ada dalam Afganistan sendiri. Sehingga, merekalah yang kini akan menjadi pemain utama dalam mempertahankan pengaruh Amerika di Afganistan. Pertanyaannya kini, mengapa AS dan juga negara-negara lainnya begitu terpikat pada Afganistan, padahal Afganistan adalah salah satu negara termiskin di dunia?
Menurut Presiden Pusat Analisis dan Kajian Data (PKAD), alasan mengapa Afganistan tidak bisa dibiarkan adalah karena Afganistan adalah negara yang sumber daya alamnya melimpah ruah dan kekhawatiran munculnya kekuatan global Khilafah di sana.
Sama halnya dengan Indonesia, negara yang melimpah SDA tak serta-merta menjadikan rakyatnya sejahtera. Begitu pun apa yang terjadi di Afganistan, berdasarkan laporan dari US Congressional Research Service yang diterbitkan pada Juni 2021, 90% orang Afganistan hidup di bawah tingkat kemiskinan. Bank Dunia juga menyebutkan bahwa ekonomi Afganistan masih rapuh dan sangat bergantung pada berbagai bantuan asing.Afganistan dikenal sebagai negara yang terkurung daratan (landlock). Wilayahnya didominasi pegunungan dan gersang. Namun, di balik itu semua, Afganistan juga menyimpan kekayaan alam yang luar biasa. Pada 2010, Ahli geologi AS memperkirakan bahwa Afganistan memiliki kekayaan mineral hampir satu triliun dolar AS atau setara Rp14.000 triliun (kurs Rp14.000). (Kompas.com, 20/8/2021)
Kekayaan tambang tersebut antara lain bijih besi, tembaga, lithium, kobalt, dan logam langka dengan kandungan yang cukup banyak. Sementara itu, harga dari banyak komoditas mineral tersebut telah meroket, dipicu oleh transisi global dari energi fosil ke energi hijau. Banyak kebutuhan logam mineral seperti tembaga dan lithium untuk bahan baku memproduksi berbagai produk teknologi nonfosil, seperti panel surya dan kendaraan listrik yang permintaannya terus naik.Sebuah laporan tindak lanjut oleh Pemerintah Afganistan pada 2017 memperkirakan bahwa kekayaan mineral baru di negara itu mungkin mencapai tiga triliun dollar AS, termasuk bahan bakar fosil. Lithium, yang digunakan dalam baterai untuk mobil listrik, smartphone, dan laptop, menghadapi permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 20% dibandingkan dengan beberapa tahun lalu yang berkisar 5—6%.
Dalam sebuah memo dari Pentagon menyebutkan bahwa deposit lithium di Afganistan bisa menyamai Bolivia yang selama ini dinobatkan sebagai produsen lithium terbesar dunia. Harga tembaga juga mendapat keuntungan dari pemulihan ekonomi global pasca-Covid-19 dengan naik 43% dibandingkan pada tahun lalu. Namun demikian, besarnya potensi SDA, sebagian besarnya belum tersentuh alias tidak sempat dieksploitasi. Alasannya karena wilayahnya dikelilingi pegunungan curam dan juga perlawanan masyarakatnya keras terhadap penjajahan asing, sehingga pembangunan infrastruktur sering kali gagal di sana.
Taliban menyebut Cina disebut sebagai negara “bersahabat”, mengatakan mereka menyambut baik investasi Beijing dalam pembangunan kembali Afganistan yang dilanda perang. (republika.co.id, 14/7/2021) Oleh karenanya, angkat kakinya AS dari Afganistan seperti angin segar bagi Cina. Bahkan, salah satu pertambangan raksasa Asia, Metallurgical Corporation of China (MCC), telah memiliki konsesi 30 tahun untuk menambang tembaga di provinsi Logar yang tandus di Afganistan. Sebagai produsen hampir setengah dari barang-barang yang beredar di seluruh dunia, Cina sangat membutuhkan bahan baku mineral.
Oleh karena itu, Cina dan sekutunya Rusia diprediksi akan menjalin kerja sama bisnis dengan pemerintahan baru yang dipimpin Taliban.Sungguh nahas nasib negeri muslim, menjadi rebutan negara imperialis penjajah.
Kerja sama Afganistan dengan Cina sungguh disayangkan, karena sejatinya AS dan Cina adalah sama-sama negara korporasi yang menghendaki merampas harta kaum muslim.Sehingga benarlah apa yang dikatakan pakar hubungan internasional, Farid Wadjdi, bahwa keluarnya AS dari Afganistan mirip dengan kondisi Indonesia saat memperoleh kemerdekaannya dari Belanda dan Jepang. Yang terjadi setelah itu adalah penjajahan gaya baru dari negara baru.Dikatakan gaya baru karena penjajahan fisik berubah menjadi penjajahan di bidang ekonomi, hukum, dan politik.
Eksploitasi SDA makin masif dan rakyat makin miskin. Disebut penjajah baru karena negara yang menyetir kebijakan di Indonesia bukan lagi Belanda. Begitu pun apa yang terjadi dengan Afganistan, jika kebijakannya tidak independen dan masih mengandalkan bantuan dari asing, tak mustahil bernasib sama.
Barat sangat ketakutan terhadap militansi Taliban, hingga Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Mass menegaskan bahwa sekutu AS akan berhenti menyediakan bantuan ke Afganistan jika Taliban mengambil alih kekuasaan di negara tersebut dengan menerapkan Khilafah. Karena menurutnya, Afganistan tidak akan bisa bertahan tanpa bantuan internasional.
“Kami tidak akan memberikan sepeser pun lagi ke Afganistan kalau Taliban mengambil alih semuanya, memberlakukan hukum syariat dan mengubah negara ini menjadi Khilafah,” katanya. (jppn.com, 13/8/2021)
Apalagi jika kita lihat dalam perjanjian antara Taliban dan AS, poin pentingnya adalah AS akan sepenuhnya menarik pasukan jika Taliban berkomitmen terhadap perjanjian tersebut. Salah satu perjanjiannya adalah terkait dengan kontra terorisme, bahwa Taliban menjamin Afganistan tidak menjadi pusat kelompok teroris yang mengancam kepentingan AS dan sekutunya.
Bukan hanya penjajahan yang dilakukan barat untuk membendung kebangkitan Islam. Barat pun menggunakan Taliban untuk memonsterisasi Islam. Terutama isu hak-hak perempuan yang terenggut, seperti hak terlibat dalam aktivitas publik dan kebebasan dalam bertingkah laku.
Direktur Institut Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara menyatakan, Taliban saat ini sedang berada di persimpangan, sehingga kesalahan apa pun yang dilakukan oleh Taliban itu pasti akan menjadi makanan buat mesin-mesin propaganda Barat. Artinya, kepentingan barat dalam menjajah Afganistan, selain karena melimpahnya SDA, juga karena potensi kebangkitan Khilafah pun ada di sana. Oleh karena itu, kerja sama asing, baik dengan kapitalis Barat yaitu AS dan sekutunya, ataupun kapitalis Timur (Cina dan Rusia), tidak boleh terjadi agar SDA tidak diambil dan kebangkitan Khilafah bisa terwujud.
Wahai kaum muslim, sejatinya pelajaran yang bisa diambil dari adanya peristiwa ini adalah bahwa kaum muslim harus memiliki kesadaran politik yang berlandaskan akidah Islam. Kesadaran ini penting udak dapat memahami peristiwa politik seperti berkuasanya Taliban di Afganistan, bukan dengan ketakutan akan berkuasanya Islam radikal. Inilah propaganda Barat yang telah berhasil memonsterisasi syariat lewat Taliban.
Selain itu, sesungguhnya peristiwa ini adalah pelajaran berharga buat para penguasa boneka yang sejatinya mereka lemah. Mereka bisa diktator dan merasa kuat karena ditopang oleh “tuannya”. Namun, jika tuannya sudah mengubah strategi, dengan mudahnya mereka tersingkir. Lihatlah Presiden Afganistan Asraf Ghani yang “dibuang” AS begitu saja.Atau mari kita lihat Husni Mubarok di Mesir, Zine el Abidine Ben Ali di Tunisia, bahkan di masa reformasi negara kita. Semua memperlihatkan bahwa penguasa boneka akan disingkirkan jika sudah tak diperlukan. Oleh karenanya kepada penguasa muslim yang menjadi antek penjajah sadarlah dan bertobatlah.Sungguh, yang menjadi kekuatan Afganistan sehingga tidak bisa ditaklukkan adalah karena keislamannya.
Islam bukanlah ancaman, tetapi justru Islamlah yang menjadi pelindung umat dari segala macam mara bahaya. Kekuatan Islamlah yang membuat umatnya keras terhadap kafir penjajah. Namun, kondisi bercerai-berainya negeri-negeri muslim sangat memperlemah kekuatan umat. Oleh karenanya, mari segera wujudkan persatuan umat hakiki dalam naungan Khilafah Islamiah agar umat terbebas dari segala macam penjajahan, serta kehidupan kembali menuju peradabannya yang gemilang.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS An-Nuur [24] ayat 55). Wallahu’alam Bisshawab.(*)
Tinggalkan Balasan