OPINI: Hari Perempuan Internasional untuk Siapa?

Oleh: Rahmawati, S.Pd
(Guru SMA di kota Palopo)

Di tengah perbincangan hangat wabah pandemik COVID-19, bukanlah hal yang tabu untuk membahas seputar perjuangan kaum perempuan.

Mengingat bahwa sepekan yang lalu, tepatnya tanggal 8 Maret diperingati sebagai hari Perempuan Internasional.

Hari tersebut senantiasa dijadikan sebagai momen untuk merayakan capaian perempuan di berbagai bidang kehidupan. Pun dijadikan sebagai momen untuk menggaungkan suara pembelaan terhadap nasib perempuan.

Hannah Al-Rashid Duta SDG untuk Kesetaraan Gender Bersama Women’s March Jakarta dan GERAK Perempuan menyerukan tuntutannya, diantaranya menuntaskan kasus terhadap perempuan, membangun sistem komprehensif bagi perempuan dan cabut kebijakan diskriminatif gender.

Hal senada juga diungkapkan oleh Pemerhati perempuan yang juga adalah Akademisi dari Universitas Muslim Indonesia Hadawiah Hatita menanggapi refleksi Peringatan Hari Perempuan Internasional di Makassar, Ahad (8/3).

Dia mengatakan, perempuan dari segala lini masih perlu terus didorong untuk kesetaraan gender .

Tahun demi tahun berganti, peringatan ‘ratapan’ nasib perempuan terus diadakan, namun tak juga mengubah keadaan. Tuntutannya tak pernah berubah: minta dihargai dan diberi kesamaan hak.

Berharap kesejajaran dengan laki-laki akan menjadi solusi untuk mereka. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat terjadi kenaikan jumlah kasus kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP). Sepanjang 2019, Komnas mencatat terjadi 2.341 kasus atau naik 65 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 1.417 kasus.

Dari sekian banyak kasus tersebut, yang menjadi catatan khusus dari Komnas Perempuan adalah kasus kekerasan terhadap perempuan lewat dunia siber yakni terjadi peningkatan sebesar 300 persen. Dalam hal ini perempuan banyak menjadi korban intimidasi berupa penyebaran foto atau video porno.

Menarik bahwa, ternyata perjuangan yang disuarakan selama ini belumlah berpengaruh terhadap perbaikan nasib perempuan secara signifikan.

Malah kecenderungannya semakin deras perempuan berkecimpung di dunia kerja, membuat angka kekerasan terhadap mereka semakin meningkat. Oleh karenanya patut kembali dikaji, benarkah ketidaksetaraan gender adalah penyebab utama masalah perempuan? Dan seperti apa solusi Islam untuk masalah perempuan.

Penyebab Hakiki Diskriminasi Perempuan
Mengapa perempuan sudah berabad silam mengalami nasib buruk? Kapitalisme menjawab bahwa hukum perwalian dan kepemimpinan dalam Islam yang diberikan pada laki-laki adalah pangkal diskriminasi atas perempuan.

Sejak awal perempuan sudah diposisikan rendah sehingga tidak punya kekuatan, kewenangan dan kebebasan. Benarkah itu?

Mari kita lihat, bagaimana realitanya kondisi perempuan dalam sistem kapitalis liberal.

Bagaimana menjelaskan tentang semakin bertambahnya kekerasan terhadap wanita di dalam masyarakat Barat yang demokratis yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan hukum Islam? Apakah pelecehan, penganiayaan, pembunuhan, akses terbatas perempuan dalam politik, ekonomi dan sosial, akibat dari mereka menganut Islam? Tentu tidak, bukan?

Kemudian kita balik bertanya, berapa kapitalis menghargai perempuan saat mereka diposisikan sebagai pemuas hawa nafsu laki-laki? Berapa harga perempuan yang menjadi korban human trafficking? Berapa harga mereka saat menang dalam kompetisi kecantikan? Berapa harga yang harus dibayar ketika kehormatan perempuan terenggut karena jargon my body my otority?

Sementara itu, segudang problem krusial melanda masyarakat kapitalis akibat kebebasan yang diberikan kepada perempuan. Hakikatnya mereka telah membayar mahal semua itu dengan krisis keluarga, rusaknya generasi dan krisis sosial yang akut.

Diskriminasi itu berpangkal pada cara pandang mereka yang cacat dan rusak. Mereka menyamakan perempuan dengan barang yang bisa diperjualbelikan. Bukan dianggap sebagai mitra setara dalam memajukan peradaban dan kesejahteraan, melainkan sebagai pemuas nafsu laki-laki.

Ide kebebasan itulah sebenarnya yang membuat laki-laki punya cara pandang yang salah terhadap perempuan. Mereka dianggap makhluk lemah dalam kompetisi publik. Cara pandang individualis yang membentuk laki-laki menjadi makhluk egois tidak peka terhadap kepentingan perempuan. Semua ini karena mereka salah memandang posisi dan peran perempuan.

Islam Melindungi Perempuan, Islam memberikan nilai tak terhingga pada status perempuan. Islam tidak pernah memandang perempuan sebagai benda, melainkan sebuah kehormatan. Sebab itu, Islam menetapkan sejumlah hukum untuk menjaga kehormatan perempuan.

Pandangan Islam berbeda dengan mata insan yang lemah daya jangkaunya. Ide dan hukum Islam meliputi segala zaman dan perkembangannya. Beda dengan hukum manusia yang berbatas masa. Hukumnya selaras dengan akal dan jiwa manusia manapun. Sebaliknya, hukum manusia hanya cocok dengan pembuatnya saja.

Penjagaan Islam terhadap perempuan berupa hukum pakaian, wali, mahram, waris, segala hukum yang berkaitan dengan fungsi ibu dan pengatur rumah tangga (semisal jaminan nafkah, hadhanah [pengasuhan anak]), itulah yang membuat perempuan berharga dan terhormat. Jika ia menjalankan semua itu dengan baik dengan rasa takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala, berharap ridha-Nya, karena kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia adalah wanita sukses; tidak saja di dunia, melainkan sukses di akhirat.

Pelaksanaan hukum-hukum penjagaan ini menjadi sempurna dengan adanya peran negara dalam Islam. Dalam Islam, negara wajib memastikan pemenuhan segala hak perempuan dan pelaksanaan kewajibannya secara sempurna. Negara akan menghukum kepala keluarga yang tidak memberi nafkah kepada perempuan/istri dan anak-anaknya dengan standar layak.

Negara menyelenggarakan sistem pendidikan yang menunjang fungsi utama perempuan. Negara pun menjaga sistem media dan informasi yang membantu pelaksanaan tugas pendidikan keluarga di rumah.

Islam pun memberikan ruang yang luas kepada perempuan untuk berkiprah di tengah umat. Islam memberikan hak kepada perempuan untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi, perdagangan, pertanian, industri dan melakukan berbagai transaksi di dalamnya. Ia boleh memiliki dan mengembangkan harta. Berhak mendapatkan pendidikan yang baik dan lengkap, berhak mendapat akses kesehatan terbaik.

Dalam politik, Islam memberikan hak pada perempuan untuk memilih penguasa, berhak memilih dan dipilih dalam majelis perwakilan umat, berhak punya posisi di majlis pengadilan dan punya kewajiban untuk berbaiat kepada pemimpin, seperti halnya laki-laki. Suara perempuan didengar dalam persoalan publik.

Karena itu solusi mengeluarkan perempuan dari kondisi buruk hari ini bukan pada keterwakilan suara perempuan di pemerintahan ataupun parlemen yang menyuarakan kepentingan perempuan; bukan pada UU perlindungan perempuan dengan dasar liberalisasi agama; bahkan bukan dengan kepala negara perempuan.

Solusinya terletak pada penerapan aturan Islam yang punya visi penjagaan dan perlindungan bagi peran dan fungsi perempuan. Di sinilah kesetiaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya diuji. Waktunya pembuktian, kemana kita berpihak?
Wallahu a’lam bishshawab

Komentar