Opini: New Normal, Solusi?

Oleh: Ahmad Rifai Saputra (Mahasiswa IAIN Palopo)

Sepertinya masyarakat akan sedikit agak legah dengan adanya kebijakan yang tidak lagi memaksa masyarakat untuk tetap dirumah, terlebih untuk para pekerja pendapatan harian.

Hal itu ditandai dengan adanya kebijakan yang disebut dengan “new normal” yang dikeluarkan dan akan diterapkan ke beberapa wilayah zona hijau dan indeks angka positif per 14 harinya layak untuk menerapkan kebijakan new normal ini

New normal adalah sebuah kebijakan yang dikeluarkan untuk kembali mengaktifkan kegiatan sosial-ekonomi yang tetap mengedepankan beberapa protokol kesehatan seperti sosial distancing, menggunakan masker dan rutin mencuci tangan.

Dalam pernyataan resminya di istana merdeka, jakarta, jumat 15 mei 2020. Presiden jokowidodo mengungkapkan bahwa “kehidupan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi resiko wabah ini, itu keniscayaan. Itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru”

Diharapkan kebijakan ini akan mampu untuk menopang kembali perekonomian masyarakat dimana sebelum-sebelumnya perekonomian lumpuh akibat himbauan agar tetap dirumah saja.

Hanya saja, kebijakan ini menjadi pro-kontra di tengah masyarakat dimana banyak masyarakat menganggap bahwa kebijakan ini justru akan menambah peningkatan jumlah orang positif atau terinfeksi virus covid19.

Dan juga, banyak masyarakat menganggap bahwa New normal tdk akan pernah ada, karna fokusnya lebih kepada ekonomi makro dan Produk domestik bruto soal barang dan jasa, padahal kita tau yg lebih utama sekarang adalah kesehatan.

Korea selatan, sebagai negara yang mampu menekan angka penyebaran virus ini bahkan pernah dalam satu hari mampu mencatat angka 0 positif, hal itu lah yang mendorong korea selatan untuk segera menerapkan kebijakan new normal, sayangnya, setelah penerapan new normal, tidak disangka lonjakan kasus baru bermunculan dengan tambahan 79 kasus dalam 24 jam. Mungkin ini bisa jadi pelajaran untuk kita untuk mematangkan penerapan kebijakan new normal ini.

Beberapa peneliti juga mengungkapkan bahwa wilayah yang menerapkan protokol kesehatan ketat, cenderung bisa menekan pandemi berkepanjangan, korban dan jumlah kematian lebih sedikit dan pertumbuhan ekonomi pasca pandemi lebih tinggi. Kesimpulan ini didasarkan pada kajian statistik dan sejarah ekonomi – politik saat menghadapi spanish flu pada tahun 1914-1919 yang di ungkap oleh peneliti MIT (AS) sebagai pelajaran untuk krisis covid19 saat ini. Nah, belajar dari sejarah tersebut, wacana pembukaan kembali aktivitas sosial-ekonomi harus benar benar didasarkan pada kajian matang dan kedisiplinan kita menghadapi new normal.

Dalam 5 fase pemulihan ekonomi di era new normal ini, masing-masing fase memiliki beberapa persyaratan yang agaknya akan lebih meringankan perekonomian masyrakat jika dilihat dari segi teoritis nya, cuman pada praktiknya, masing-masing dari kita selalu mengasumsikan bahwa praktik di lapangan seprtinya akan ada terjadi pelanggaran aturan dan kebijakan dikarenakan krisis ekonomi yang terjadi sebelum-sebelumnya.

Saya pribadi menganggap bahwa untuk kebijakan new normal ini, mungkin akan jadi solusi ketika di kontekskan pada wilayah perekonomian, beda cerita jika dari segi kesehatan.

Semoga saja banyak dari kita yang tetap mengedepankan beberapa protokol kesehatan untuk tetap menjaga peningkatan jumlah angkat positif dan terinfeksi virus covid19 di indonesia.

Komentar