Murid Silat Tewas Dipukul di Dada, Empat Guru Jadi Tersangka
TERASKATA.COM, TULUNGANGUNG – Seorang murid silat di Tulungagung harus meregang nyawa setelah mendapat latihan fisik di perguruannya. Korban LFR (23) diduga tewas setelah dipukul bagian dada oleh guru silatnya.
Tewasnya korban LFR itu dibenarkan Kasat Reskrim Polres Tulungagung AKP Cristian Kosasih. Dikatakannya, atas kejadian itu, empat guru silat atau pelatihnya jadi tersangka.
Penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik menemukan bukti yang kuat terkait adanya penganiayaan terhadap korban LFR (23), warga Dusun Ngreco, Desa Sobontoro, Boyolangu, Tulungagung. Keempat tersangka adalah ER (20), FA (17), FI (23) , dan MO (16).
“Dari empat tersangka ini ada dua yang masih anak-anak, yang anak disidik di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA),” ujar Kasat Reskrim Polres Tulungagung AKP Cristian Kosasih, Rabu (28/7/2021).
Bukti adanya perlakukan tindak kekerasan atau penganiayaan terhadap korban setelah dilakukan autopsi. Dalam autopsi itu tim dokter menemukan adanya luka pada bagian dada korban. Luka itu diduga akibat adanya pukulan yang dilakukan oleh pelatih sehingga korban tewas.
KETERANGAN SAKSI DIPUKUL BERKALI-KALI >>>
“Kemudian dari keterangan para saksi dan tersangka, diakui bahwa korban mengalami pukulan dan tendangan oleh empat pelatihnya secara bergiliran,” jelas Cristian dikutip kompas.
Cristian mengaku penganiayaan yang terjadi pada Senin (26/7) itu tidak terjadi secara terus menerus, namun sempat beberapa kali terjeda. Namun karena kondisi fisik korban tidak kuat hingga akhirnya terjatuh.
Cristian menceritakan saat itu korban sempat jatuh pingsan usai mengalami pukulan berkali-kali. Pelatih korban sempat memberikan pertolongan dengan mengoleskan minyak kayu putih ke tubuh korban, namun korban tetap tidak sadarkan diri.
Melihat kondisi muridnya, pelatih kemudian langsung mengevakuasi ke puskemas dengan harapan segera mendapatkan penanganan medis. Namun saat sampai di sana, korban dinyatakan telah tewas.
“Jadi memang sempat dibawa ke puskesmas, tapi nyawa korban tidak terselamatkan atau meninggal dunia saat di tengah perjalanan,” lanjut Cristian.
Ke empat tersangka dijerat Pasal 170 KUHP tentang penganiayaan secara bersama-sama, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Meski jadi tersangka, dua dari empat pelaku tidak dilakukan penahanan. Mereka tidak ditahan lantaran masih berstatus anak di bawah umur dan masih berstatus siswa salah satu SMA di Tuungagung. Dua tersangka yang tidak ditahan adalah FA (17) dan MO (16). Meski tidak ditahan kasus hukum keduanya tetap berlanjut.
“Karena posisinya masih anak-anak, maka peradilannya juga lain dari pelaku yang dewasa. Jadi pakai sistem peradilan pidana anak,” kata Kanit PPA Satreskrim Polres Tulungagung Iptu Retno Puji
Menurut Retno, dalam proses hukum ini, polisi menerapkan wajib lapor setiap hari bagi kedua tersangka anak. Retno mengaku terkait kasus penganiayaan beramai-ramai ini, pihaknya tidak mungkin untuk melakukan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
“Karena ancaman hukuman pasal 170 KUHP maksimal 12 tahun penjara. Sehingga tidak bisa dilakukan diversi, nanti terserah hakimnya memutuskan seperti apa,” tandas Retno. (*)
Tinggalkan Balasan